Mengenal Dilan dari Sisi yang Berbeda

Tau Makassar
3 min readDec 25, 2020

--

Muhammad Dilan/ Ibe M Pallogai

“Ketika orang-orang memakai baju putih, maka saya akan memakai baju hitam di tengah orang-orang itu. Sederhananya begitu.”

Namanya Muhammad Dilan. Bukan Dilan yang ada dalam cerita fiksi oleh karya Pidi Baiq. Bukan. Dilan yang kami temui di Caffe Massagena, yang letaknya di Jalan Bau Mangga, Kecamatan Panakukang, kota Makassar, adalah seorang seniman. Setidaknya, begitu kami melihatnya.

Bagi sebagian orang, Dilan adalah seorang mahasiswa, seniman, pegiat foto, dan juga bisa dibilang konseptor. Namun, itu adalah bagaimana orang-orang melihat Dilan.

Lantas, Bagimana kalau kita melihat Dilan dari sisi yang beda? Maksud kami, Bagaimana kalau kita melihat Dilan dari sisi yang paling dasar dari Dilan itu sendiri?

Berdasarkan obrolan kami bersama Dilan, kami menarik satu benang merah, yang kemudian, hal itulah yang kami akan coba ceritakan. Apa itu? Ialah sisi yang paling mendasar dari Dilan, yakni, kata Beda.

“Dari kecil, apa yang terekam masuk ke dalam kepalaku, tidak lepas dari sesuatu yang berbeda. Padahal secara makna dan arti, saya tidak tahu bagaiamana dan seperti apa itu yang dibilang beda. Saat itu,” ungkap Dilan.

Dilan bercerita kepada kami, sewaktu kecil, dia sedang menonton Teve. Yang dia lihat saat itu, ialah satu tayangan yang menunjukkan betapa harmonisnya sebuah keluarga. Setelah menonton tayangan tersebut, Dilan menghadap ke belakang, lalu menyaksikan kedua orang tuanya saling lempar asbak.

“Loh, kok?,” kata Dilan mengingat masa kecilnya.

Salah satu kejadian lagi, saat Dilan dan saudaranya yang lebih memilih untuk menyantap makanan bukan di ruang makan dalam rumah. Saat orang-orang seisi rumahnya tengah menikmati hidangan makanan di ruang makan, Dilan dan saudaranya justru lebih memilih untuk makan di dalam kamar. Hal itu jelas berbeda dengan realitas yang ada dalam rumahnya, namun Dilan sama sekali tidak mengerti apa dan bagaimana arti beda itu sendiri.

Ketidakpahaman Dilan akan arti kata beda itu sendiri, akhirnya menjadikan Dilan sebagai seorang yang berbeda dari orang-orang di sekelilingnya. Dari dulu hingga sekarang.

Setelah melewati masa-masa sekolah, Dilan akhirnya menyadari maksud dan tujuan kata beda itu. Setidaknya untuk dirinya sendiri. Beda, akhirnya menjadi ciri khas seorang Dilan, dalam hal apapun itu, baik pendidikan, pekerjaan, juga urusan cinta dan cita-cita. Dia sadar, menjadi beda punya dampak yang besar untuk dirinya.

“Karena itu menjadi karakter bagi saya. Pentingnya, itu menjadi bagaimana orang melihat saya,” ujarnya.

“Pernah ada project yang saya kerjakan, saya tidak dilihat sebagai orang yang punya teknik, tapi sebagai orang yang punya [ide] karakter beda,” sambungnya.

Terbangunnya karakter ‘beda’ dari Dilan, juga tidak terlepas dari dari bagaimana ia memandang sesuatu. Salah satunya, ialah alasan memilih jurusan di kampus.

“Saya ambil jurusan komunikasi, karena di situ saya bisa mengerjakan yang tidak lepas dari seni. Karya seni itu yang kemudian mempertumakan saya dengan banyak orang,” ungkap Dilan.

“Ada banyak orang mengambil jurusan komunikasi selalu membahas tentang media, media, dan media. Dan itu tidak salah. Tapi membuat karya seni dalam komunikasi juga tidak salah,” katanya “Toh, ArtDirector juga tidak terlepas dari jurusan itu.”

Usia Dilan saat ini, 10 kali 2. Artinya, 20 (Dua Puluh Tahun). Yap, usia yang cukup terbilang “muda”. Namun semangatnya, begitu menggelora. Barangkali memang begitu anak muda seharusnya. Semangatnya, maksud kami.

Akhir obrolan kami bersama Dilan, dia sempat bercerita akan perencanaannya untuk tahun 2021. Semoga kita semua selalu saling mendukung.

Tulisan oleh Efrat Syafaat Siregar

Foto oleh Ibe M Pallogai

--

--